DPR Soroti Pasal Pencalonan Gubernur DIY

11-03-2015 / PANITIA KHUSUS

Tim Pemantau Undang-Undang No.13 Tahun 2012 tentang  Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta lebih komprehensif dalam mengkaji berbagai persoalan terkait Keistimewaan DIY.

“Tim harus memandang Keistimewaan DIY dengan terlebih dahulu mencoba memahami UU Keistimewaan DIY, Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) dan kepentingan masyarakat secara lebih luas, berkait dengan keinginan UU Keistimewaan dibuat adalah yang salah satunya adalah untuk meningkatkan kesejahterakan masyarakat,” kata Esti Wijayati anggota DPR asal DIY baru-baru ini.

UU Keistimewaan DIY, lanjutnya, dibentuk berlandaskan pada asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka tunggalikaan, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.

Dia menjelaskan, maksud keistimewaan DIY sebagaimana tertuang dalam UU ini diterjemahkan dalam 5 hal yakni tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang.

“Ada beberapa hal prinsip yang harus diperhatikan, pertama berkaitan dengan turunan dari UU Keistimewaan, yang mensyaratkan kepada DPRD atau Pemerintah Provinsi untuk menyusun Perda Istimewa. Artinya, Perda Keistimewaan bukan mengatur Kraton, tetapi terkaitan dengan Pemerintahan yang bersifat Istimewa,”jelasnya.

Menurutnya, terdapat beberapa hal krusial yang mengemuka terkait Perda Istimewa, yang perlu diperhatikan. “Terdapat perbedaan pendapatan di kalangan DPRD DIY sendiri maupun beberapa masyarakat Jogya, yaitu mengenai Calon Gubernur mendatang,”jelasnya.

Terkait pencalonan Gubernur DIY yang harus menyertakan Daftar Riwaya Hidup Istri, dia menjelaskan hal itu memang tertuang didalam Undang-Undang DIY. Hal tersebut tidak perlu diperdebatkan dan diserahkan sepenuhnya kepada Keraton. “Memang semestinya tidak boleh ada diskriminasi politik dalam hal ini Laki-laki dan perempuan,”terangnya.

Dia menambahkan, pihaknya telah mendengarkan masukan dari Gubernur DIY, Raja Kasultanan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwana X Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau Ngarso Dalem sendiri, yang mengharapkan digantinya klausul itu dengan Daftar Riwayat Hidup Suami/Istri.

“Itulah yang terbaik untuk daerah Istimewa Yogyakarta. Persoalan apakah nanti yang menjadi calon gubernur berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, itu sudah ada mekanisme di keraton (Paugeran). Dan kita (DPR RI/DPRD DIY/siapapun) tidak boleh mengintervensi yang sudah menjadi paugeran di kasultanan. “Itu adalah hak yang ada di ranah Paugeran,” tegasnya. (as), foto : agung sulistiono/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Pansus: Rekomendasi DPR Jadi Rujukan Penyelidikan Penyelenggaraan Haji
30-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi setelah melakukan...
Revisi UU Tentang Haji Diharapkan Mampu Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji
26-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 DPR RI mendorong adanya revisi Undang-undang Haji seiring ditemukannya sejumlah...
RUU Paten Jadikan Indonesia Produsen Inovasi
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Paten Subardi menyatakan aturan Paten yang baru akan mempercepat sekaligus memudahkan layanan pendaftaran...
Pemerintah Harus Lindungi Produksi Obat Generik Dalam Negeri
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten Diah Nurwitasari meminta Pemerintah lewat sejumlah kementerian agar mampu...